Mengarahkan Anak Hiperaktif
Oleh info
Jumat, 16-Januari-2004, 19:35:01 24530 klik
Ada dua ketakutan kaum ibu menyangkut anaknya, autis dan hiperaktif. Jika anaknya terkena autis, ibu akan sangat gugup karena anaknya tak fokus, cenderung pendiam dan sulit beradaptasi. Jika hiperaktif malah
gelisah karena anaknya susah dikendalikan. Padahal, rata-rata anak autis dan hiperaktif punya KECERDASAN yang LUAR BIASA.
Ada dua ketakutan kaum ibu menyangkut anaknya, autis dan hiperaktif. Jika anaknya terkena autis, ibu akan sangat gugup karena anaknya tak fokus, cenderung pendiam dan sulit beradaptasi. Jika hiperaktif malah
gelisah karena anaknya susah dikendalikan. Padahal, rata-rata anak autis dan hiperaktif punya KECERDASAN yang LUAR BIASA.
Mengelola anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si anak.
Anak hiperaktif memang selalu bergerak, nakal, tak bisa berkosentrasi.
Keinginannya harus segera dipenuhi. Mereka juga kadang impulsif atau melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dasar, atau sebelum mereka berusia 7 tahun.
Anda cemas dan gugup? Tentu, tapi jangan takut. Kami punya resepnya.
Pertama, PERIKSALAH.
Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai hiperaktif. Karena itu, Anda perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktif. Yang harus Anda lakukan adalah mengonsultasikan persoalan yang diderita anaknya kepada ahli terapi psikologi anak. Ini penting karena gangguan hiperaktivitas bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bersosialisasi. Tujuannya untuk mendapatkan petunjuk dari orang yang tepat tentang apa saja yang bisa Anda lakukan di rumah. Selain itu juga berguna untuk menghapus rasa bersalah dan memperbaiki sikap Anda
agar tak terlalu menuntut anak secara berlebihan. Di sini biasanya para ahli akan memberikan obat yang sesuai atau sebuah terapi.
Kedua, PAHAMILAH.
Untuk bisa menangani anak hiperatif, ada baiknya pula
jika Anda dan anggota keluarga mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar bisa lebih memahami sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis. Jika si anak merasa bahwa orang tua dan anggota keluarga lain bisa mengerti keinginannya, perasaannya, frustasinya, maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan anak bisa
tumbuh seperti layaknya orang-orang normal lainnya.
Ketiga, LATIH kefokusannya.
Jangan tekan dia, terima kaeadaan itu. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam
menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Mintalah agar anak menatap mata Anda ketika berbicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada yang lembuat, tanpa harus membenatk. Arahan ini penting sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Anda harus konsisten. Jika meminta
dia melakukan sesuatu, jangan berikandia ancaman tapi pengertian, yang membuatnya tahu kenapa Anda berharap dia melakukan itu.
Keempat, TELATENLAH.
Jika dia telah betah untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang membentuk angka atau huruf. Latihan ini juga bertujuan untuk memperbaiki cara menulis angka yang tidak baik dan salah. Selanjutnya anak bisa diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Latihan ini sangat berguna untuk melatih motorik halusnya.
Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka dibawah 10. Setelah itu
baru diperkenalkan konsep angka 0 dengan benar.
Jika empat fase di atas telah dapat Anda lewati, bersyukurlah, pasti keaktifan anak Anda sudah dapat difokuskan untuk perkembangan jiwanya. Ini juga akan sangat membantu Anda dalam menjaganya. Dan kini, masukilah tahap berikutnya, bagaimana Anda harus bekerjasama dengan dia.
Kelima, BANGKITKAN kepercayaan dirinya.
Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, gunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
Di samping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Misalnya, dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orangtua
mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya.
Dalam tahap ini, usahakan emosi Anda berada di titik stabil, sehingga dia tahu, penguat positif itu tidak datang atas kendali amarah. Ingat, anak hiperaktif rata-rata juga sangat sensitif.
Keenam, KENALI arah minatnya.
Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan dari
keaktifan dia. Jangan dilarang semuanya, nanti dia prustasi. Yang paling penting adalah mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.
Dengan begitu, Anda bisa memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya. Misalnya, mengikutkan anak pada klub sepakbola di bawah umur atau berenang, agar anak belajar bergaul dan disiplin. Anak juga belajar bersosial karena ia harus mengikuti tatacara kelompoknya.
Ketujuh, MINTA dia bicara. Ini sangat penting Anda terapkan. Ingat, anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk dengan dirinya sendiri. Karena itu, bantulah anak dalam bersosialisasi
agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima kelompoknya.
Misalnya melakukan aktivitas bersama, sehingga Anda bisa mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi dengan teman dan lingkungan. Ini memang butuh kesabaran dan kelembutan.
Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi si kecil memang butuh waktu. Terlebih dulu ia harus dilengkapi dengan sikap menghargai, tenggang rasa, saling memahami, dan berempati, ujar Susan Barron, Ph.D,
Direktur Pusat Perkembangan dan Pembelajaran Mount Sinai Medical Center di New York dalam salah satu artikelnya di majalah Child.
Terakhir, SIAP bahu-membahu. Jika dia telah mampu mengungkapkan pikirannya, Anda dapat segera membantunya mewujudkan apa yang dia inginkan. Jangan ragu. Bila perlu, bekerja samalah dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya. Mintalah guru tak perlu membentak, menganggap anak nakal, atau mengucilkan, karena akan
berdampak lebih buruk bagi kesehatan mentalnya. Kerjasama ini juga penting karena anak sulit berkosentrasi dan menyerap pelajaran dengan baik. Dibutuhkan kesabaran dan bimbingan dari guru bagi anak hiperaktif.
Nah, itulah dasar-dasar pengelolaan jika anak Anda mengidap hiperaktif. Dia tak berbahaya, hanya butuh SENTUHAN dan PERHATIAN LEBIH. Jika itu dia dapatkan, anak Anda akan berubah jadi JENIUS yang bukan tak mungkin, akan mengubah dunia. (CN02)
(sumber: CyberNews Suara Merdeka)
ALTERNATIF UNTUK ANAK HIPERAKTIF
Gejala hiperaktivitas ternyata terapinya bervariasi, mulai dari penggunaan obat modern hingga terapi yang bersifat tradisional. Obat-obatan dapat menyebabkan kecanduan. Karenanya, terapi alternatif pun dimanfaatkan.
Bagai ember yang bocor, perhatian dan kasih sayang untuk anak dengan ADHD harus terus-menerus diberikan.
Wawan (4) tidak pernah bisa duduk diam di sanggar. Setiap kali, ia hanya betah duduk selama 5 menit, kemudian beralih ke kegiatan lain, misalnya mencoret-coret dinding dengan krayon. Sejenak asyik, ia pun pindah ke tempat mainan. Tak lebih dari 10 menit, ia pasti sudah pindah ke aktivitas lain lagi. Setiap kali pembimbing berusaha menenangkan dia, misal dengan memeluknya, ia selalu memberontak.
Gangguan pemusatan perhatian disertai gejala hiperaktivitas motorik yang dikenal sebagai Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) ini menjangkiti 3% - 5% anak berusia 4 - 14 tahun. Gejalanya, anak tidak mampu memusatkan perhatian (konsentrasi) pada satu tugas tertentu. Selalu gelisah dan tidak bisa duduk dengan tenang.
Penyebabnya, menurut para ahli, adanya kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Anak hiperaktif bergerak ke sana kemari tak terarah, tak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Mereka pun kerap gagal menyelesaikan tugas.
Beberapa faktor diduga dapat menyebabkan gangguan ini. Antara lain, temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak, epilepsi. Juga kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau kepala pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan. Gangguan ini tak kentara karena anak tidak mengeluh sakit, walau sebetulnya telah terjadi gangguan pada susunan saraf pusat.
Jangan buru-buru memvonis
Sayangnya, orang tua sering salah menduga, anaknya umur dua tahun yang memang lagi senang-senangnya bergerak dan sulit duduk diam, divonisnya “hiperaktif”. Padahal ciri-ciri hiperaktif baru terdeteksi setelah anak setidaknya berusia empat tahun atau usia awal sekolah.
Apa yang dilakukan tidak satu pun diselesaikan. Anak cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga terlambat. Ia mudah terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tak tahan frustrasi, dan kurang dapat mengontrol diri. Yang terakhir ini lantaran mudahnya ia terangsang, di samping memang impulsif. Tuntutannya harus segera dipenuhi. Suasana hatinya amat labil. Beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek.
Ciri lainnya, ia tak mampu mengontrol gerakan. Duduk tak tenang, bergoyang-goyang, atau merosot hingga terjatuh dari tempat duduk. Sepertinya ia tak kenal lelah, seakan energinya digerakkan oleh mesin. Kalau anak lain diam karena capek sehabis berlarian, ia paling cuma minum lalu bergerak lagi. Mulutnya tak pernah diam, terus saja berkicau. Ia tak sabar menunggu giliran, sehingga senang menyerobot, dan bicaranya terburu-buru. Daya konsentrasinya rendah dan seolah-olah tak mau mendengarkan perkataan orang tua. Malahan matanya seperti tak memperhatikan lawan bicaranya.
Kalaupun ciri-ciri di atas ada pada anak, sebaiknya jangan dulu buru-buru memvonis dia hiperaktif. Amati perkembangannya dan bandingkan dengan anak sebayanya. Andaikata sampai enam bulan ia masih menunjukkan tanda-tanda itu, baru berkonsultasi dengan psikolog anak. Jangan didiamkan karena bisa berlanjut hingga dewasa. Bisa-bisa nantinya ia menemukan masalah dalam pekerjaan, gara-gara cepat bosan, jenuh, pencemas, tidak pernah menyelesaikan tugas, dan antisosial.
Obat bukan satu-satunya
Penanggulangan kasus gangguan pemusatan perhatian pada anak memang berbeda-beda. Tergantung berat-ringannya. Yang ringan dapat ditangani melalui bimbingan dan penyuluhan kepada orang tua dan pendidikan khusus untuk memperbaiki perilaku anak. Terapi psikologis dibutuhkan juga untuk mengatasi stres dan berbagai konfliknya, yang biasanya berkaitan dengan hubungan sosial.
Namun bila cukup parah, pemberian obat diperlukan juga agar anak mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas dengan baik. Meski para ahli umumnya tak menyarankan obat-obatan sebagai terapi tunggal. Obat stimulan saraf yang umumnya diberikan pada anak hiperaktif, antara lain metilfenidat, dekstro-amfetamin, dan pemolin-magnesium. Hasilnya, anak pun bisa tenang dan berkonsentrasi selama beberapa jam.
Sayang, walaupun efektif, obat memiliki efek sampingan yang merugikan. Timbul kantuk, nafsu makan berkurang, atau sebaliknya sulit tidur, tic (semacam kedutan), nyeri perut, sakit kepala, cemas, perasaan tidak nyaman, serta kreativitasnya terhambat. Dalam jangka panjang semua ini bisa memberikan efek negatif terhadap sistem saraf, yakni menyebabkan kecanduan/ketergantungan obat, bahkan sampai ia dewasa.
Perkembangan jiwa anak pun ikut mempengaruhi munculnya perilaku adiktif. Kecenderungan adiksi ini bisa dikenali pada enam tahun pertama. Kita bisa mengamati anak-anak balita kita lewat sikap, karakter, dan tingkah lakunya, terutama yang menunjukkan gejala hiperaktivitas. Termasuk, tidak ada salahnya mewaspadai ancaman narkoba sejak anak balita.
Untuk menghindari efek negatif obat, pelbagai terapi lain bisa dijadikan alternatif. Keefektifan masing-masing terapi berbeda-beda.
Diet modifikasi
Diet ini didasari oleh penelitian Ben Feingold, seorang ahli alergi, pada 1960. Lima puluh persen anak dengan ADHD yang ditanganinya “membaik” setelah menjalani diet tanpa makanan pencetus alergi. Yaitu makanan yang mengandung salisilat alami, seperti jeruk, apel, aprikot, beri, anggur. Juga makanan yang mengandung zat tambahan buatan, seperti pengawet, pemanis, pewarna, penyedap (MSG, monosodium glutamat). Jelas, diet ini mengharuskan perubahan pola makan anak dan keluarga. Jadi, perlu perhatian khusus dari ibu dalam memasak dan menyajikan makanan.
Setelah menjalankan diet ketat beberapa lama, makanan yang dicurigai sebagai pencetus alergi dapat diberikan kembali satu per satu ke dalam menu. Jika muncul perubahan tingkah laku pada anak, misal menjadi hiperaktif kembali, makanan itu jangan lagi diberikan.
Menurut Gerard Olarsch, ND, hiperaktivitas dapat juga gara-gara kekurangan mineral tertentu. Gejalanya, anak punya keinginan berlebihan untuk makan makanan manis atau asin. Zat mineral yang diduga berhubungan dengan ADHD, antara lain DMG (dimetilglisin), enzim, asam lemak, zat besi, magnesium, dan seng. Makanya, pemberian suplemen vitamin dan mineral akan sangat membantu kemajuan si anak.
Olahraga menyedot energi
Anak hiperaktif menyimpan energi berlebihan. Untuk lebih menyalurkan energinya, ajaklah dia berolahraga atau bertamasya ke alam terbuka, semisal kebun binatang, taman bermain. Di sana ia bisa bebas bermain, memanjat, dan berlari sesuka hati. Intinya, lakukan aktivitas yang menyenangkan dirinya. Hati-hati mengajaknya ke pusat perbelanjaan, karena begitu dibiarkan sendirian, ia akan pergi ke mana pun dia suka.
Jika bermain di rumah, ajaklah ia melakukan permainan yang membutuhkan konsentrasi, seperti menyusun puzzle, berkebun, atau memelihara binatang. Libatkan anak dalam banyak kegiatan sepulang sekolah, misal belajar musik, berenang, tenis, karate, dll. Tentu saja tanpa melupakan bakat dan kemampuan fisiknya.
Warna mendinginkan otak
Sekadar sebagai pendamping, terapi ini menyarankan agar anak hiperaktif dipaparkan pada warna-warna “mendinginkan” atau agak gelap. Efeknya akan menenangkan otaknya.
Warna-warna itu bisa ditempatkan di kamar, berupa warna dinding, pintu, perabot, baju, lampu, dsb. Warnanya bisa hijau, biru muda, ungu, atau biru tua. Hindari warna terang dan “panas”, semisal merah, kuning, oranye karena justru merangsang otaknya untuk beraktivitas.
Biofeedback relatif masih baru.
Meski biofeedback dikenal sejak 25 tahun silam, penerapannya pada anak hiperaktif relatif baru. Dasarnya, anak ADHD menghasilkan gelombang teta berlebihan tapi tidak cukup menghasilkan gelombang beta. Gelombang teta berkaitan dengan melamun atau mimpi di tengah hari, sementara gelombang beta berhubungan dengan konsentrasi. Biofeedback membuat anak mengurangi produksi gelombang teta dan menghasilkan banyak gelombang beta, sehingga kemampuan fokus dan konsentrasinya meningkat. Menurut penelitian Steven W. Lee dari Universitas Kansas, biofeedback dapat mengurangi gejala yang berhubungan dengan hiperaktivitas.
Lewat layar video yang menampilkan beragam tantangan, seperti video game, biofeedback menarik bagi anak. Ada warna terang, musik yang memberi umpan balik langsung. Ada pula hadiah yang akan diberikan jika anak bisa menyelesaikannya dengan baik.
Pada salah satu versi terapi, selama anak memproduksi gelombang beta, warna terang bertambah pada roda disertai dengan musik yang meningkat nadanya. Versi lainnya, pada layar video anak harus mempertahankan kapal terbang agar tidak melewati garis-garis tertentu (ketika memproduksi gelombang beta), agar lampu merah tetap tidak menyala. Untuk terapi ini, umumnya anak akan menjalani 30 - 50 pertemuan, per satu atau dua minggu sekali. Setiap pertemuan berlangsung satu jam.
Obat dibuat khusus
Homeopati lain lagi cara kerjanya. Terapi yang berkembang sejak abad ke-18 ini merupakan sistem pengobatan untuk menyeimbangkan fisik, mental, juga emosi. Praktisi homeopati memberikan obat khusus untuk masing-masing orang dengan gejala berbeda-beda. Obatnya berupa campuran bahan dari hewan, tumbuhan, dan mineral berbentuk larutan pekat. Jadi, satu obat tidak sama untuk setiap orang, walaupun diagnosisnya sama. Karena diracik khusus untuk tiap pasien, menurut dokter naturopati Judyth Reichenberg-Ullman, ND, MSW, dan Robert Ullman, ND, obat untuk gejala ADD/ADHD juga dapat menyembuhkan gejala lain, seperti infeksi telinga dan sakit kepala.
Pulihkan energi yang “dicuri”
Pengobatan tradisional Cina merupakan yang tertua di dunia dan masih bertahan sampai sekarang. Prinsipnya berdasarkan harmonisasi tubuh dengan alam dan aliran dari energi vital (qi/chi) ke seluruh tubuh.
Ada dua hal penyebab ADD, yaitu faktor genetik dan gangguan fungsi hati. Bila diakibatkan gangguan fungsi hati, organ hatinya secara fisik baik, hanya hubungan “energi”-nya dengan organ tubuh lain yang tidak seimbang. Karena energi organ hati sangat kuat, ia “mencuri” tambahan energi dari paru-paru dan ginjal. Kedua organ itu menjadi terlalu lemah untuk membuat kerja hati tetap terkontrol.
Gaya hidup masa kini dengan kadar stres tinggi membuat ADHD sulit dikontrol. Diet anak perlu diperhatikan, khususnya dari titik pusat energi. Beberapa makanan dapat membawa energi yang memicu kerja hati sehingga menjauhi keseimbangan.
Hindari makanan junkfood, bukan semata-mata alasan kesehatan, tetapi karena makanan itu meningkatkan “panas” dalam organ hati. Goreng-gorengan, bumbu, dan makanan panggang juga memberikan efek serupa. Karena itu, anak harus banyak makan sayuran hijau, karena dapat membantu mendinginkan/menurunkan “panas” dalam hati. Juga minum sari buah (jus) semangka dan, sebisa mungkin, hindari makan daging.
Menghindari situasi/kejadian yang merangsang anak, juga akan membantu. Medan listrik yang dibangkitkan dari permainan di komputer, tidak baik bagi anak ADHD.
Ajaklah anak beraktivitas menenangkan, seperti berenang, tai chi, yoga, dan meditasi. Akupunktur, akupresur, dan jamu-jamuan bisa memberi efek melegakan. Jika anak diberi obat, perhatikan bagian perut (lambung). Banyak anak ADHD kehilangan nafsu makan atau berat badan meningkat di kemudian hari, akibat fungsi energi lambung tidak seimbang.
Perbaiki jalur pendengaran
Kebanyakan anak ADHD juga memiliki masalah pendengaran. Bisa mendengar, tetapi kesulitan mengerti apa yang didengarnya. Karena telinga dan otak tidak bekerja efisien dalam memproses suara. Ada kesulitan memilih suara dari banyak sumber suara yang ada. Juga kesulitan memusatkan pendengaran pada suara tertentu. Misal, seharusnya mendengar suara gurunya, ia malahan tertarik dengan bunyi klakson mobil di luar ruangan kelas. Akibatnya, ia sulit berkonsentrasi pada suatu hal beberapa saat. Anak menjadi terganggu oleh semua bunyi di sekitarnya.
Terapi suara memulihkan kapasitas pendengaran/penerimaan suara, sehingga anak dapat belajar terfokus dan menangkap suara yang diinginkan langsung ke pusat bahasa di otak.
Masalah persepsi suara disebabkan oleh “penutupan” pendengaran untuk beberapa frekuensi suara. Otot telinga menjadi “malas” dan tidak tanggap. Karena itu, perlu distimulasi dan dilatih agar mencapai kapasitas normal untuk memperbaiki pendengaran dan mengorganisasikan transmisi pendengaran dalam otak. Proses ini akan mengurangi stres dan ketegangan saraf. Anak akan dapat mengikuti mana suara yang diinginkan.
Pada terapi suara, anak harus mendengarkan kaset khusus (musik) setiap hari selama 30 - 60 menit. Jika anak sulit untuk duduk diam, kaset dapat diperdengarkan ketika anak tidur. Hasil efektif umumnya terlihat setelah 100 jam pascaterapi. Aktivitas fisiknya akan tampak menurun sementara daya konsentrasinya meningkat. (Femi Olivia/pengamat masalah anak).
PENERAPAN TERAPI “BACK IN CONTROL (BIC)” PADA ANAK ADHD (ATTENTION DEFICITS HIPERACTIVITY DISORDER)
Posted on August 30, 2007 by klinis
DEFINISI, PENYEBAB, DAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANAK ADHD
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang (Barkley, 1998).
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas.
Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:
a. Ketidakmampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.
b. Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
c. Kadang terlihat tidak perhatian ketika berbicara dengan orang lain
d. Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas
e. Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas
f. Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan proses mental yang lama, misalnya: tugas sekolah
g. Sering kehilangan barang miliknya, misal: mainan, pensil, buku, dll
h. Mudah terganggu stimulus dari luar
i. Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari
Sedangkan hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:
a. gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
b. sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
c. berlari berlebihan atau memanjat-manjat yang tidak tepat situasi (pada remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah)
d. kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan
e. seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
f. berbicara terlalu banyak
g. sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan. (Impulsivitas)
h. kesulitan menunggu giliran (Impulsivitas)
i. menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Impulsivitas)
Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresivitas dalam bentuk:
a. sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain
b. sering memulai perkelahian
c. menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain
d. berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain
e. menyiksa binatang
f. menyanggah jika dikonfrontasi dengan korbannya
g. memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual
Menurut DSM-IV definisi ADHD sendiri adalah sebagai berikut:
A. (1) atau (2)
(1) memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2) memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)
D. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).
Gejala-gejala yang muncul sebagai bentuk kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas terkadang berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak karena anak yang menunjukkan gejala-gejala tersebut biasanya akan terlihat selalu gelisah, sulit duduk dan bermain dengan tenang, kesulitan terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan antri, menjawab pertanyaan sebelum selesai ditanyakan, kesulitan mengikuti instruksi detail, kesulitan memelihara perhatian dalam waktu panjang ketika mengerjakan tugas, dan sering salah meletakkan barang.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa gejala-gejala pada anak ADHD muncul karena mereka tidak dapat menghambat respon-respon impulsif motorik terhadap input-input yang diterima, bukan ketidakmampuan otak dalam menyaring input sensoris seperti cahaya dan suara (Barkley, 1998).
Walaupun banyak penelitian sudah dilakukan namun sampai saat ini para ahli belum yakin apa penyebab ADHD, namun mereka curiga bahwa sebabnya berkait dengan aspek genetik atau biologis, walaupun mereka juga percaya bahwa lingkungan tumbuh anak juga menentukan perilaku spesifik yang terbentuk. Beberapa faktor yang banyak diduga memicu munculnya gejala ADHD adalah: kelahiran prematur, penggunaan alkohol dan tembakau pada ibu hamil, dan kerusakan otak selama kehamilan. Beberapa faktor lain seperti zat aditif pada makanan, gula, ragi, atau metode pengasuhan anak yang kering juga diduga mendukung munculnya gejala ADHD walaupun belum didukung fakta yang meyakinkan.
TRITMEN BAGI ANAK ADHD
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah tersedia beberapa pilihan tritmen yang telah terbukti efektif untuk menangani anak-anak dengan gejala ADHD. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal.
Metode perubahan perilaku bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku (AAP, 2001). Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter. Tipe pendekatan perilakuan meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan tritmen kognitif-perilakuan/CBT (monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dan lain-lain) (AAP, 2001).
Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati (NIMH, 2000). Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus dibawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu.
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani anak ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Penelitian yang dilakukan NIMH terhadap 579 anak ADHD menunjukkan bahwa kombinasi terapi obat dan perilaku lebih efektif dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Tritmen multimodal khususnya efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial pada anak-anak ADHD yang diikuti gejala kecemasan atau depresi. Ternyata dosis obat yang digunakan lebih rendah jika diikuti dengan terapi perilaku daripada jika diberikan tanpa terapi perilaku.
TERAPI “BACK IN CONTROL (BIC)”
Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program terapi ini unik karena dikatakan lebih baik daripada intervensi reward/punishment bagi anak-anak dengan ADHD. Program ini berbasis kepada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. Jadi, program ini lebih kepada sistem training bagi orang tua yang kemudian diharapkan dapat menciptakan sistem tata aturan yang berlaku dirumah sehingga dapat merubah perilaku anak. Demi efektivitas program, maka nantinya orang tua akan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya, ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi.
Dalam program ini, tugas orang tua adalah:
1. Orang tua mendefinisikan aturan secara jelas dan tepat (kita perjelas apa yang kita mau, tidak kurang tidak lebih). Kita buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaannya tanpa banyak penyimpangan.
2. Jalankan aturan tersebut dengan ketat.
3. Jangan memberi imbalan atau hukuman pada sebuah aturan. Jalankan saja.
4. Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan, misalnya “kamu harus….meskipun…..”
Beberapa masalah yang muncul dalam pelaksanaan program ini antara lain :
1. Kebanyakan orang tua kurang bersedia memberikan reward, sedikit yang benar-benar tidak memberikan hukuman.
2. Kebanyakan orang tua kesulitan menahan untuk berteriak ketika marah kepada anak mereka. Sebenarnya, hal ini justru membuat anak merasa menang dan mengalihkan anak dari aturan yang sebenarnya.
Demikian paparan ringkas tentang terapi BIC untuk penyandang ADHD dan untuk lebih jelasnya, saya mencoba menyusun satu program untuk satu kasus ADHD sebagai ilustrasi bagaimana terapi BIC diterapkan.
ILUSTRASI : KASUS BONA
Bona adalah anak laki-laki berusia 5 tahun dan bersekolah di sebuah TK ternama di Yogya. Penampilan fisiknya gemuk dan tinggi, jauh lebih besar dibandingkan teman-teman seusianya. Ayah ibunya bekerja sebagai karyawan swasta yang bekerja sepanjang hari sehingga Bona lebih banyak diasuh pembantunya. Bona dibawa ke sebuah biro konsultasi psikologi oleh ibunya karena adanya keluhan yang disampaikan pembantu, para tetangga, dan terutama guru-guru di sekolahnya. Pembantu rumah tangga di keluarga tersebut sering sekali berganti karena kebanyakan dari mereka tidak tahan dengan perilaku Bona yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja), sering memukul dan menendang tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang benda juga digunakan untuk melempar atau memukul, makan sambil berlarian dan berantakan seluruh makanannya, tidak memperhatikan jika diberitahu sesuatu, suka berteriak-teriak kasar, dan membanting benda-benda terutama jika permintaannya tidak segera dipenuhi.
Orang tua Bona sering merasa tidak nyaman dan serba salah dengan tetangga karena hampir setiap hari ada saja tetangga yang mengadu tentang perilaku Bona kepada anak-anak mereka. Perilaku Bona yang merebut mainan temannya hingga rusak, Bona yang memukul temannya hingga benjol, Bona yang melempar-lempar batu mengenai kaca tetangga, sampai Bona yang memanjat pagar tetangga dan merusakkan tanaman hias mereka, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sementara itu guru di sekolah juga sering sekali menyampaikan keluhan tentang perilaku Bona di sekolah, bahkan Bona beberapa kali diantarkan pulang guru sebelum waktunya. Di sekolah, Bona terlihat kesulitan mengikuti proses belajar karena dia selalu saja berlari dan sulit sekali diminta duduk di kursinya. Guru dan teman-teman lain merasa terganggu karena setiap kali Bona diminta duduk, beberapa detik kemudian sudah berlari-lari lagi keliling ruang kelas sambil mengganggu temannya atau sampai keluar kelas. Ketika teman-temannya belajar mewarnai atau menggambar maka Bona akan meninggalkan kertas gambarnya dalam keadaan kosong atau dengan sedikit coretan yang terlihat asal-asalan. Bona juga sulit sekali diminta melakukan sesuatu oleh gurunya karena setiap kali gurunya berbicara, Bona tidak tahan mendengarkannya sampai selesai. Juga ketika guru mengajukan pertanyaan, terkadang Bona berteriak menjawab meski pertanyaan belum selesai, dan akhirnya jawabannya pun tidak tepat. Beberapa waktu terakhir bahkan gurunya secara implisit menyatakan bahwa Bona sebaiknya di pindah ke sekolah lain yang dapat menanganinya dengan lebih baik karena guru-guru di sekolahnya yang sekarang sudah kewalahan. Orang tuanya bingung sekali dengan kondisi ini sehingga merasa perlu minta bantuan tenaga terapis anak untuk membantu. Mengingat bahwa Bona adalah anak tunggal dan efek dari perilakunya sudah dipandang meresahkan maka ibunya berniat cuti selama beberapa bulan dari pekerjaannya untuk mengatasi masalah anaknya ini.
PROSES TATA LAKSANA PERILAKU BAGI BONA
A. TARGET PERILAKU
Mengingat usia Bona yang 5 tahun dimana kebutuhan sosialisasinya dengan teman sebaya sudah cukup tinggi dan hampir memasuki usia sekolah, sementara Bona masih memiliki masalah dalam memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, maka beberapa perilaku yang menjadi target dalam perubahan perilaku ini adalah:
1. Mampu membereskan mainan dan barang-barang milik Bona sendiri.
2. Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
3. Mengerjakan aktivitas sampai selesai.
Karena program ini berbasis pada sistem aturan maka perilaku yang menjadi target dapat beberapa (tidak hanya satu) dengan catatan setiap target perilaku akan dibuatkan aturan yang detil dan jelas tentang perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan (dalam program yang direncanakan).
B. RENCANA WAKTU
Waktu yang direncanakan adalah 6 bulan, mengingat bahwa selama waktu itu ibunya akan cuti dari kantor dan dapat secara penuh terlibat dalam program ini untuk terus berada di samping Bona. Waktu 6 bulan ini akan dibagi dalam beberapa tahap untuk memudahkan proses monitoring dan evaluasi.
Tahap pertama adalah training yang dilaksanakan oleh terapis bagi orang tua Bona untuk melatih mereka agar dapat menciptakan aturan dan mengelola program di rumah. Training ini dilakukan selama 1 minggu dilanjutkan dengan membuat program.
Minggu kedua orang tua Bona mulai membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi Bona di rumah dengan kontrol dari seluruh warga rumah termasuk pembantu. Jadi seluruh aturan ini secara detil dan jelas disosialisasikan kepada semua orang di rumah. Untuk memudahkan sosialisasi, orang tua Bona menempelkan aturan-aturan tersebut di beberapa tempat di dinding rumah.
Sejalan dengan sosialisasi maka aturan mulai dijalankan dengan monitoring setiap saat oleh ibunya Bona dibantu siapa saja yang di rumah. Evaluasi dilakukan oleh orang tua bersama pembantu setiap hari dan oleh orang tua bersama terapis setiap akhir minggu.
C. PELAKSANA PROGRAM
Program ini dilaksanakan oleh Ibu Bona sebagai manajer program dibantu oleh seluruh anggota keluarga dengan didampingi terapis anak sebagai pemandu program dan nara sumber proses.
D. PROGRAM YANG DIRENCANAKAN
Berdasarkan target perilaku tersebut di bagian A maka dibuatlah aturan-aturan yang detil tentang perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan dari Bona, yaitu:
1. Membereskan mainan dan barang milik Bona sendiri.
Aturan:
a. Memasukkan pensil, penghapus, dan buku ke tas setelah digunakan. (Tidak meninggalkan pensil, penghapus, dan buku di meja belajar, meja tamu, atau di ruang lain)
b. Mengembalikan mainan ke wadahnya setelah digunakan. (Tidak melempar-lempar mainan jika tidak digunakan. Jika melempar-lempar maka harus mengambil kembali dan dikembalikan ke wadahnya.)
2. Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
Aturan:
a. Menunggu Bapak, Ibu, pembantu, atau teman selesai ketika sedang berbicara tanpa memotong.
b. Tidak pergi ketika Bapak, Ibu, teman, atau pembantu sedang berbicara kepada Bona.
c. Menjawab pertanyaan Bapak, Ibu, teman, atau pembantu jika sudah selesai diucapkan. (Tidak menjawab pertanyaan sebelum selesai.)
d. Menatap wajah Bapak, Ibu, teman, atau pembantu yang sedang berbicara kepada Bona. (Tidak memalingkan muka ketika diajak berbicara.)
3. Mengerjakan aktivitas sampai selesai.
Aturan:
a. Memasang-masang mainan lego sampai berbentuk sesuatu baru dilepas kembali. (Tidak berganti mainan sebelum selesai dimainkan.)
b. Menggambar sampai selesai. (Tidak berganti kertas gambar atau meninggalkannya sebelum gambar selesai dibuat.)
c. Mewarnai bentuk sampai selesai baru berganti kertas.
d. Makan sambil duduk sampai selesai. (Tidak makan sambil berlari-lari keluar rumah.)
Keseluruhan aturan ini disampaikan kepada Bona dengan jelas dan harus yakin bahwa Bona mengerti dengan jelas yang dimaksud dengan aturan ini. Aturan ini kemudian ditulis besar-besar dan ditempel di beberapa bagian rumah, seperti di kamar Bona, ruang bermain, dan dapur untuk selalu mengingatkan orang tua dan pembantu agar terus mendorong pelaksanaan aturan tersebut secara konsisten.
E. EVALUASI PROGRAM
Program bagi Bona ini akan selalu dievaluasi dan dimonitor menggunakan lembar evaluasi dan lembar monitoring yang dibuat saat perencanaan program (contoh lembar evaluasi dan lembar monitoring terlampir). Evaluasi dan monitoring dilakukan ibu Bona sebagai manajer program dan secara berkala akan didiskusikan bersama terapis untuk melihat efektivitas dan kemajuan program.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (4th ed.). Washington, DC: American Psychiatric Association.
Barkley, R. A. (September, 1998). Attention-deficit hyperactivity disorder. Scientific
American, 279: 3.
Barkley, R. A. (1998). Handbook of Attention Deficit Hyperactivity Disorder (2nd ed.).
New York: Guilford Press.
Cantwell, D. P., & Baker, L. (1991). Association between attention deficit-hyperactivity
disorder and learning disorders. Journal of Learning Disabilities, 24, 88-95.
Carlson, C. L., Pelham, W. E., Jr., Milich, R., & Dixon, J. (1992). Single and combined
effects of methylphenidate and behavior therapy on the classroom performance of children with attention-deficit hyperactivity disorder. Journal of Abnormal Child Psychology, 20, 213-232.
DSM-III-R symptoms for the disruptive behavior disorders. Journal of the American
Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 31, 210-218.
Hinshaw, S. P., Owens, E. B., Wells, K. C., Kraemer, H. C., Abikoff, H. B., Arnold, L. E., et
al. (2000). Family processes and treatment outcome in the MTA: Negative/ineffective
parenting practices in relation to multimodal treatment. Journal of Abnormal Child
Psychology, 28(6), 555-568.
Jensen, P. S., Martin, D., & Cantwell, D. (1997). Comorbidity in ADHD: Implications for
research, practice, and DSM-IV. Journal of the American Academy of Child Adolescent Psychiatry, 36(8), 1065-1079.
Jensen, P. S., Hinshaw, S. P., Kraemer, H. C., Lenora, N., Newcorn, J. H., Abikoff, H. B., et
al. (2001). ADHD Comorbidity findings from the MTA Study: Comparing Comorbid
Subgroups. Journal of the American Academy of Child Adolescent Psychiatry, 40(2), 147-158.
MTA Cooperative Group. (1999a). Fourteen-month randomized clinical trial of treatment
strategies for attention-deficit hyperactivity disorder. Archives of General Psychiatry, 56,1073-1086.
National Institute of Mental Health (NIMH). (1999). Questions and answers. NIMH
Multimodal Treatment Study of Children With ADHD. Bethesda, MD: NIMH.
National Institute of Mental Health. (2000). NIMH Research on Treatment for Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): The Multimodal Treatment Study—Questions and Answers. [Online]. Available: www.nimh.nih.gov/events/mtaqa.cfm
Rabu, 21 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
kcvelsv rqs gjnkk oral porn
uexpp!
bemvi raltea nud hardcore forum
Posting Komentar